Home » » Artikel Ekonomi : Laporan Keuangan Daerah yang Akuntabel Menuju Local Good Government

Artikel Ekonomi : Laporan Keuangan Daerah yang Akuntabel Menuju Local Good Government

Artikel Ekonomi. Opini BPK RI terhadap Laporan Keuangan sebuah institusi saat ini menjadi komoditas yang dicari oleh pemerintah daerah. Ekspektasi yang diharapkan dengan titel WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), seolah menggambarkan bahwa Pemda tersebut sudah bersih dari KKN. Memang tidak berlebihan pula jika hanya diartikan sederhana bahwa dengan WTP maka uang rakyat yang dikelola sudah wajar dan kini mari kita luruskan makna akuntabel sebagai suatu bentuk pengelolaan akuntansi keuangan yang telah memenuhi Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan dalam praktek pelaksanaan proyek kita tidak tahu lebih dalam. Pada kesempatan ini mari kita bahas harapan kita yaitu Laporan Keuangan Daerah yang Akuntabel Menuju Local Good Government.PendahuluanSebelum berlakunya paket undang-undang di bidang keuangan negara, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengharuskan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dalam bentuk perhitungan anggaran daerah. Wujud laporan ini hanya menginformasikan aliran kas pada APBD sesuai dengan format anggaran yang disahkan oleh legislatif, tanpa menyertakan informasi tentang posisi kekayaan dan kewajiban pemerintah. Laporan demikian, selain memuat informasi yang terbatas, juga waktu penyampaiannya kepada legislatif amat terlambat. Keandalan (reliability) informasi keuangan yang disajikan dalam perhitungan anggaran juga sangat rendah karena sistem akuntansi yang diselenggarakan belum didasarkan pada standar akuntansi dan tidak didukung oleh perangkat data dan proses yang memadai.Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dilingkungan Pemerintah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang lebih luas serta memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.Didalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dijelaskan bahwa laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Daerah dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan sejak pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dikelola Pemerintah Daerah.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara lebih lanjut memperjelas bahwa Laporan Keuangan dimaksud harus disusun berdasarkan proses akuntansi yang wajib dilaksanakan oleh setiap Pengguna Anggaran dan kuasa Pengguna Anggaran serta pengelola Bendahara Umum Daerah.
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Daerah, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran serta untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah selama periode pelaporan 1 Januari s.d 31 Desember.Laporan keuangan ini juga digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan/akuntansi, dan membantu  menentukan ketaatannya terhadap peraturan  perundang-undangan yang berlaku.Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah ini didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
a)      Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang mengatur keuangan negara;
b)      Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c)       Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
d)      Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
e)      Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
f)       Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah;
g)      Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
h)      Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;
i)        Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
j)        Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
k)      Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
l)        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
           Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terdiri dari :a)             Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran secara tersanding di tingkat SKPD, PPKD, dan Pemda. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan daerah.Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas akuntansi/entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:1.   menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
2.      menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah kota dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah kota dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:1. telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;2. telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBD); dan3.    telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b)             Neraca
Menyajikan posisi keuangan suatu entitas akuntansi mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana kekayaan bersih (yaitu aktiva dikurangi utang) pada tanggal tertentu yang dimiliki Pemerintah Daerah.Pelaporan keuangan neraca daerah berfungsi sebagai laporan keuangan Pemerintah Daerah, atas kegiatan keuangan dan kekayaan atau sumber daya ekonomis yang dipercayakan serta menunjukkan posisi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum atau standar akuntansi pemerintahan.c)              Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah mengatur penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi.Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Penyajian Laporan Arus Kas memberikan informasi historis mengenai kemampuan dalam memperoleh kas dan menilai penggunaan kas untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah selama tahun anggaran dimaksud.d)             Catatan atas Laporan Keuangan
Menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka pengungkapan yang memadai (full disclouser)Beberapa permasalahan dan tantangan ke depan yang kerap terjadi terkait rendahnya kualitas laporan keuangan adalah sebagai berikut :Kurangnya dukungan Kepala Daerah terhadap fungsi AkuntansiKepala daerah masih menggunakan mindset yang lama terhadap pelaksanaan laporan akuntansi keuangan. Dimana posisi akuntansi hanya sebagai laporan keuangan dan sebagai salah satu persyaratan pencairan dana saja. Tetapi tidak sampai pada akuntabilitas penggunaan anggaran. Dalam arti lebih fokus kepada penyerapan realisasi anggaran.
 Hubungan kerja antar stakeholder belum maksimal
Hal ini terjadi karena pemahaman pelaksana akuntansi didaerah masih belum sama dimulai dari bendahara, PPK terkait dengan tugas dan fungsinya dalam pengelolaan akuntansi SKPD maupun PPKD. Kendala ini salah satunya akan berdampak pada pengelolaan aset yang tidak terorganisir dengan baik. Sistem Pengelolaan Keuangan belum dijalankan dengan konsisten secara terintegrasi dan tidak mempedomami azaz umum pengelolaan keuangan daerah.Kemudian hal teknis yang juga tidak kalah penting yaitu penyampaian Laporan SKPD yang tidak tepat waktu, sehingga akan menghambat terlaksananya pelaporan yang objektif dan akuntabel serta dapat digunakan oleh pihak-pihak terkait yang membutuhkan laporan keuangan dimaksud.  Tolok ukur opini audit yang belum terstandarBaik auditor, termasuk auditor internal dan eksternal tidak memiliki standar yang sama yang melaksanakan audit  terhadap objek fungsi akuntansi begitupun pengungkapan opini BPK yang tidak memiliki standar yang jelas. Struktur laporan keuangan masih menjadi tolak ukur.Transformasi System Akuntansi (CTA) menuju AcrualDalam Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No. 24/2005) basis pencatatan yang digunakan adalah cash towards accrual. Dengan basis pencatatan ini, untuk realisasi pendapatan, belanja, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dicatat berdasarkan basis kas, sedangkan untuk mencatat aset, kewajiban dan ekuitas dicatat berdasarkan basis akrual. Dalam pelaksanaan basis pencatatan ini dikembangkan teknik jurnal yang disebut jurnal korolari, dimana jurnal korolari ini tidak ditemukan dalam akuntansi komersial.
Dengan basis ini, pendapatan diakui pada saat diterima pada rekening umum kas daerah (PSAP 02, paragraf 22). Sedangkan belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum daerah (PSAP 02, paragraf 31). Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (PSAP 02, paragraf 32).Saat ini Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sedang menyusun SAP berbasis akrual, penerapan basis ini menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP yang akan disahkan.Penatausahaan keuangan daerah baik dari sisi pendapatan (penerimaan) maupun dari sisi belanja (pengeluaran) sangatlah penting untuk diperhatikan, kelemahan dalam menatausahakan keuangan daerah ini mengakibatkan   lemahnya dalam sistem pengendalian intern keuangan daerah, pada ujungnya akan sangat rendah kualitas bukti-bukti administrasi  yang digunakan dalam pencatatan akuntansi.Penatausahaan keuangan daerah berpedomaan kepada Permendagri 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri 59/2007. Penatausahaan keuangan daerah ini meliputi :1.  Penatausahaan pendapatan pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan tingkat Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).2. Penatausahaan belanja pada tingkat SKPD dan pada tingkat SKPKD.3.  Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran sebagai pemerintah daerah dan pembiayaan pada tingkat SKPKD.
 Sedangkan tatacara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara diatur lebih lanjut dalam   Permendagri 55/2008.
 Dalam struktur pemerintahan daerah, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan entitas akuntansi yang mempunyai kewajiban melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi pendapatan, belanja, aset dan selain kas yang terjadi di lingkungan satuan kerja.Proses pencatatan tersebut dilakukan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) dan pada akhir periode dari catatan tersebut PPK SKPD menyusun laporan keuangan untuk satuan kerja bersangkutan.Pada SKPKD yang dapat berupa Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) pencatatan transaksi-transaksi akuntansi diklasifikasikan menjadi dua yaitu :a. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai satuan kerja yaitu mencatat transaksi-transaksi keuangan dalam melaksanakan program dan kegiatan pada bagian atau biro yang ada pada BPKD. b. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai pemerintah daerah untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan seperti pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga, serta penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah. Namun pada SKPKD tidak perlu dibuat laporan keuangan khusus sebagai satuan kerja dan sebagai pemerintah daerah. Secara teknik akuntansi, laporan keuangan untuk SKPKD ini dapat disatukan menjadi laporan keuangan SKPKD sebagai kantor pusat (home office).
Pada akhir tahun penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan cara mengkonsolidasikan laporan keuangan dari setiap SKPD dengan laporan keuangan SKPKD yang prosesnya dikerjakan oleh fungsi akuntansi SKPKD.Berdasarkan penjelasan diatas maka sistem akuntansi yang digunakan dalam akuntansi keuangan daerah adalah sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi  digunakan akun resiprokal baik pada SKPD maupun pada SKPKD. Pada akuntansi keuangan komersial akun resiprokal yang dimaksud adalah RK Kantor Pusat yang ada pada kantor cabang, berpasangan dengan RK Kantor Cabang yang ada pada kantor pusat. Sama halnya dengan akuntansi keuangan komersial, pada akuntansi pemerintahan akun resiprokal juga ada pada SKPD dan SKPKD yaitu : RK PPKD yang ada pada SKPD berpasangan dengan RK SKPD yang ada pada SKPKD .Untuk dapat menghasilkan LKPD yang memiliki  kualitas baik, maka diperlukan pemahaman atas : penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam menyusun laporan keuangan,  penatausahaan keuangan daerah (menyangkut pengendalian intern), sistem akuntansi, dan komponen laporan keuangan yang dihasilkan. Pemahaman terhadap keempat hal tersebut saling terkait satu sama lainnya dalam menyusun laporan keuangan.Pada awalnya Single entry digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan pewujudan good public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang lengkap dan auditable.Pada sistem pencatatan single entry pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang berakibat bertambahnya kas dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi ekonomi yang berakibat berkurangnya kas dicatat pada sisi pengeluaran. Sedangkan pada sistem pencatatan double entry pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali yaitu pada sisi debet dan sisi kredit (Abdul Hafiz Tanjung, 2008).
Peruban pencatatan dari single entry menjadi double entry menyebabkan berubahnya media pencatatan dan siklus akuntansi penyusunan laporan keuangan pemerintah. Kesimpulan1.    Seperti yang kita ketahui di dalam Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban APBD, setiap entitas pelaporan wajib  menyajikan laporan keuangan dengan komponen yang terdiri dari :a.    Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b.    Neraca;
c.    Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK), dan
d.    Laporan Arus Kas (LAK).
Atas komponen tersebut di atas maka lahirlah Laporan Keuangan Pemda yang dibuat melalui proses konsolidasi atau penggabungan terhadap Laporan Keuangan SKPD, informasi keuangan yang berada dalam pengelolaan BUD, BLUD, dan unit-unit terkait lainnya yang mengelola aset pemerintah daerah. 2.    Proses penyusunan laporan keuangan baik laporan Bendahara Umum Daerah maupun Laporan Keuangan SKPD hendaklah disusun dalam suatu aturan yang ditetapkan oleh peraturan Kepala Daerah, baik yang mengatur pokok-pokok keuangan daerah maupun yang mengatur kebijakan akuntansi keuangan daerah.       Hal ini perlu mengingat dasar pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI sebagai mana diatur dalam Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara didasarkan dengan kriteria kesesuaian yang diatur di Standar Akuntasi Pemerintahan serta mempedomani prinsip-prinsip pengendalian intern yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.       Sistem akuntansi ini dilakukan pula oleh PPKD dalam lingkup pengelolaan akuntansi daerah dan PPK SKPD dalam lingkup pengelolaan akuntansi SKPD.3.    Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan SKPD dan Laporan Keuangan PPKD hendaklah dapat disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir untuk disampaikan kepada BPK RI.       Hal ini perlu segera disampaikan mengingat sebagaimana yang diatur dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006, bahwasanya laporan keuangan pemerintah daerah yang sudah diaudit oleh BPK akan menjadi dasar penyusunan dan penyampaian rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.4.    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah SAP pertama dengan basis cash toward accrual (CTA) atau basis kas menuju akrual. Sesungguhnya UU No. 17 /2003 dan UU No. 1/2004 mengamanatkan agar pemerintah mengakui pendapatan dan belanja dengan basis akrual yang harus dtrapkan selambat-lambatnya mulai tahun 2008. Namun demikian undang-undang tersebut memang merupakan bentuk toleransi Pemerintah untuk menerapkan basis kas menuju akrual sebelum dapat menerapkan basis akrual penuh.
SAP dengan basis akrual pada akhirnya lahir pada tahun 2010 ditetapkan dengan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Meskipun SAP berbasis akrual ini telah ditetapkan, akan tetapi didalam pasal 71/2010 dinyatakan bahwa SAP berbasis akrual ditetapkan secara bertahap dari SAP berbasis  kas menuju akrual menjadi SAP berbasis akrual.Untuk pengenalan PP No. 71 Tahun 2010 ini yang akan diterapkan pada setiap daerah, tentunya membutuhkan dukungan dari Kepala Pemerintah Daerah untuk mensosialisasikannya ke setiap SKPD di daerahnya masing-masing. Saran1.    Adanya responsif dari Kepala Daerah sehingga akan memberikan support untuk memfasilitasi apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung Laporan Keuangan berbasis akrual. Seperti: mendanai perangkat Sistem Laporan Keuangan berbasis komputer, pengadaan diklat ataupun Bintek yang mendukung SDMnya agar bias memahami, menggunakanaplikasi, sekaligus mensosialisasikannya lebih luas lagi kepada para SKPD.
2.   Melaksanakan komitmen untuk melaksanakan laporan keuangan secara transparan dan melaksanakan laporan dengan sebaik-baiknya untuk mengejar “Opini WTP (wajar tanpa pengecualian)”, sehingga apabila BPK melakukan Audit itu merupakan hal yang menjadi suatu kebutuhan bukan meruapak sebuah beban.3.  Sebaiknya Auditor merupakan Fasilitator untuk membantu setiap Objek yang diperiksanya (SKPD) untuk menemukan pemecahan masalah (solusi) sehingga akan menimbulkan motivasi untuk memperbaiki ke arah lebih baik lagi.
Terimakasih telah membca artikel berjudul Artikel Ekonomi : Laporan Keuangan Daerah yang Akuntabel Menuju Local Good Government

Kumpulan Artikel
Kumpulan Artikel Updated at: 04.00

0 komentar Artikel Ekonomi : Laporan Keuangan Daerah yang Akuntabel Menuju Local Good Government