Biografi Singkat Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908
dan wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam
keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Selepas SMU
Dia mengambil studi hukum di City College of New York (CCNY), sebelum minatnya
kemudian beralih pada bidang psikologi, yang dipelajarinya hingga meraih gelar
PhD pada tahun 1934 di University of Wisconsin. Setahun kemudian Dia kembali ke
New York dan bekerjasama dengan E.L. Thorndike untuk melakukan riset tentang
seksualitas manusia (human sexuality) dan menjadi pengajar penuh di Brooklyn
College.
Maslow banyak berhubungan dengan intelektual-intelektual Eropa yang baru
bermigrasi ke Amerika Serikat seperti Alfred Adler, Erich Fromm, dan Karen
Horney. Pada tahun 1951 Maslow berjumpa dengan Kurt Goldstein, seseorang
yang mengenalkannya kepada ide tentang aktualisasi diri - yang menjadi bibit
dari teorinya tentang hirarki kebutuhan. Pada periode ini pula dia, bersama
beberapa psikolog lain seperti Carl Roger “memproklamirkan” aliran ketiga
(third force) dari psikologi yang dikenal sebagai humanisme.
Tidak cukup “bermain-main” dengan humanisme, menjelang akhir hayatnya Maslow
mengenalkan lagi satu aliran yang dikenal sebagai mazhab keempat, yakni
Psikologi Transpersonal, yang berbasis pada filosofi dunia timur dan
mempelajari hal-hal semacam meditasi, fenomena parapsikologi, dan kesadaran
level tinggi (Altered States of Consciousness, ASC). Maslow meninggal
pada 8 Juni 1970 di California karena serangan jantung, setelah kesehatannya
memburuk pada tahun-tahun terakhir hidupnya.
Aktifitas
apa saja yang telah Anda jalankan sampai detik ini? Tentunya banyak sekali,
dari saat Anda bangun tidur, lalu Anda mengambil air wudhu kemudian menjalankan
salat Subuh (bagi yang Islam). Dan muungkin Anda meluangkan sedikit waktu untuk
merapikan kamar sebelum mandi dan sarapan, kemudian Anda berangkat menjalankan
aktifitas luar rumah, entah itu di sekolah, kampus, tempat kerja dan
seterusnya.
Tentunya sering terfikirkan di benak Anda semua, buat apa Anda
menjalankan semua rutunitas tersebut? Buat apa seorang mahasiswa seorang mahasiswa
begadang malam menyelesaikan sekripsinya, buat apa guru mengajar
murid-muridnya, buat apa seorang manager bekerja di kantornya, dan lain
sebagainya, termasuk buat apa saya dan sobat-sobat weblogger lain mau
repot-repot membuat dan mengisi halaman blognya? Benarkah hanya untuk mencari
penghasilan material? Kepuasan batin? Memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang
tiada pernah terpuaskan? Ataukan sebuah kewajiban ibadah yang harus
dilaksanakan sebagai mahluk Tuhan?
Abraham Maslow (1908-1970) adalah seorang psikolog besar yang
mencoba menemukan dan menawarkan jawaban sistematis atas pertanyaan tersebut
melalui teorinya yang tersohor, yakni teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow,
setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarki dari
tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkat yang paling tinggi. Setiap
kali kebutuhan pada tingkatan paling bawah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan
lain yang lebih tinggi. Pada tingkatan paling bawah, dicantumkan berbagai
kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kemudian pada tingkatan lebih
tinggi dicantumkan kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security
needs). Lalu pada tingkatan berikutnya adalah berbagai kebutuhan akan cinta dan
hubungan antar manusia (love and belonging needs). Kemudian kebutuhan akan
penghargaan dan pengakuan (esteem needs). Dan pada tingkatan yang paling tinggi
dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self actualization needs).
Hiraki Kebutuhan Menurut Maslow
Kebutuha fisik dalam gambar susunan di samping diletakkan paling bawah
adalah bukan maksud. Pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yan
paling kuat dan mendasar diantara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat
membutuhkan oksigen untuk bernapas, air untuk diminum, makanan, papan, sandang,
buang hajat kecil maupun besar, seks, dan fasilitas-fasilitas yang dapat
berguna untuk kelangsungan hidupnya, merupakan contoh kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Tenteram (Safety Needs).
Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas
kehidupan manusia ini adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Segera setelah
kebutuhan dasar terpenuhi, orang mulai ‘cari-cari’. Kebutuhan level kedua,
yakni kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs) muncul
dan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan, membangun
privacy individual (kebebasab individu), mengusahakan keterjaminan finansial
melalui asuransi atau dana pensiun, dan sebagainya.
Kebutuhan Untuk Dicintai dan Disayangi (Belongingness Needs).
Ketika kebutuhan fisik akan makan, papan, sandang berikut kebutuhan
keamanan telah terpenuhi, maka seseorang beralih ke kebutuhan berikutnya yakni
kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (love and belonging needs). Dalam hal ini
seseorang mencari dan menginginkan sebuah persahabatan, menjadi bagian dari
sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti mencari kekasih atau
memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya kebutuhan ini setelah
kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.
Kebutuhan Harga Diri Secara Penuh ( Esteem Needs).
Level keempat dalam hirarki adalah kebutuhan akan penghargaan atau
pengakuan (esteem needs). Maslow membagi level ini lebih lanjut menjadi
dua tipe, yakni tipe bawah dan tipe atas. Tipe bawah meliputi kebutuhan akan
penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri, dan
kemashyuran. Tipe atas terdiri atas penghargaan oleh diri sendiri, kebebasan,
kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (spesialisasi). Apa yang
membedakan kedua tipe adalah sumber dari rasa harga diri yang diperoleh. Pada
self esteem tipe bawah, rasa harga diri dan pengakuan diberikan oleh orang
lain. Akibatnya rasa harga diri hanya muncul selama orang lain mengatakan
demikian, dan hilang saat orang mengabaikannya.
Situasi tersebut tidak akan terjadi pada self esteem tipe atas. Pada
tingkat ini perasaan berharga diperoleh secara mandiri dan tidak tergantung
kepada penilaian orang lain. Dengan lain kata, sekali anda bisa menghargai diri
anda sendiri sebagai apa adanya, anda akan tetap berdiri tegak, madheg pandhito,
bahkan ketika orang lain mencampakkan anda!
Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Self Actualization Needs)
Ketika kebutuhan akan penghargaan ini telah terpenuhi, maka kebutuhan
lainya yang sekarang menduduki tingkat teratas adalah aktualisasi diri. Inilah
puncak sekaligus fokus perhatian Maslow dalam mengamati hirarki
kebutuhan. Terdapat beberapa istilah untuk menggambarkan level ini, antara lain
growth motivation, being needs, dan self actualization.
Maslow melakukan sebuah studi kualitatif dengan metode analisis biografi guna
mendapat gambaran jelas mengenai aktualisasi diri. Dia menganalisis riwayat
hidup, karya, dan tulisan sejumlah orang yang dipandangnya telah memenuhi
kriteria sebagai pribadi yang beraktualisasi diri. Termasuk dalam daftar ini
adalah Albert Einstein, Abraham Lincoln, William James, dam Eleanor Roosevelt.
Berdasar hasil analisis tersebut, Maslow menyusun sejumlah
kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribadi-pribadi yang telah
beraktualisasi:
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat
sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat
persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri
sendiri serta tidak berpura-pura.
4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung
menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang
namun bersifat mendalam.
5. Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian
tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan
kata lain orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima kamu
apa adanya ketimbang berusaha mengubah diri kamu.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka
membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum
(ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat
sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang.
Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan
pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience. Peak
experience atau sering disebut juga pengalaman mistik adalah suatu kondisi saat
seseorang (secara mental) merasa keluar dari dirinya sendiri, terbebas dari
kungkungan tubuh kasarnya. Pengalaman ini membuat kita merasa sangat kecil atau
sangat besar, dan seolah-olah menyatu dengan semesta atau keabadian (the
infinite and the eternal). Ini bukanlah persoalan klenik atau takhayul, tetapi
benar-benar ada dan menjadi kajian khusus dalam Psikologi Transpersonal, suatu
(baru klaim) aliran keempat dalam ilmu psikologi setelah psikoanalisis,
behaviorisme, dan humanisme, yang banyak mempelajari filosofi timur dan
aspek-aspek kesadaran di luar kesadaran normal (Altered States of
Consciousness, ASC). Peak experience bisa jadi merupakan argumen ilmiah yang
valid untuk menjelaskan fenomena para rasul yang menerima wahyu dari Allah,
atau pengalaman sufistik yang merasa telah memiliki sifat-sifat ketuhanan. Di
sini maksudnya bukan sama persis seperti Tuhan, akan tetapi adalah menerapkan
sifat-sifat Tuhan seperti Maha Adil, Maha Tahu, dan lain sebagainya sesuai
tataran tingkatan manusia. Karena manusia itu tidaklah bisa menyamai sifat dan
kemampuan Tuhan secara persis. (ini hanya sekedar pendapat penulis).
Berdasarkan berbagai kualifikasi yang ‘amat sulit’ tersebut, maka
tidaklah heran kalau masih sedikit orang di dunia ini yang mencapai level
aktualisasi diri tersebut. Bahkan Maslow mengatakan bahwa jumlah
orang-orang yang telah beraktualisasi diri tidaklah lebih dari dua persen saja
dari seluruh populasi dunia! Bagaimana dengan Anda? Sudah belum? Tidak usah
terlalu dipikirkan. Bagi yang telah bisa mencapai taraf aktualisasi diri memang
bagus, tetapi untuk sekadar bisa merasa bahagia dan menikmati hidup, kita hanya
perlu menjadi diri sendiri apa adanya dan bermanfaat bagi orang lain.
Insyaallah.
Sumber Bacaan:
http://www.ship.edu/%7Ecgboeree/maslow.html
http://www.e-psikologi.com
http://www.blackicedefenblack.blogspot.com
0 komentar Hirarki Kebutuhan Menurut Abraham Maslow