by: http://politik.kompasiana.com/2013/04/19/ahmad-dhani-reinkarnasi-sukarno-552920.html
Serius. Saya kaget, benar-benar kaget, ketika membaca artikel politik Ahmad Dhani Prasetyo (Dhani Dewa) di Koran Tempo sekitar tahun 2004-2005. Artikelnya sangat cerdas, segar, orisinil dan terasa ada “sentuhan” di dalamnya. Ternyata, Dhani seorang analis politik yang brilian!
Salah satu tulisannya menceritakan seputar ketertarikan Dhani dengan dunia politik, termasuk hubungannya yang intens dengan sederet tokoh-tokoh politik seperti Gus Dur dll. Menariknya, ia mengatakan tak berbakat menjadi seorang politisi karena merasa tak pandai bersandiwara, dimana kalau tak suka dengan orang akan nampak di wajah.
Diam-diam ada harapan pada Dhani sebagai generasi muda masa depan bangsa, bahkan mungkin jadi presiden. Ia punya modal untuk itu: cerdas, memiliki kharakter nyentrik yang diferensial, dan berjiwa seni. Bukan hanya itu, Dhani juga ngelotok mengupas isu-isu agama yang krusial, dan paham kebhinnekaan khas Indonesia.
Pada waktu itu, harapan demikian juga pada Anas Urbaningrum dan Eep Saefulloh Fatah. Anas adalah tokoh muda yang sedang bersinar-sinar di HMI.
Sementara itu, perkenalan saya dengan Eep terjadi sejak di bangku SMA, melalui tulisan-tulisannya di koran Republika, majalah Ummat, dll. Tahun 1999 ketika terjadi peralihan kekuasaan saya kembali menyaksikan kiprah Eep. Bagaimana ketika ia memimpin debat Capres dan “mengerjai” Amien Rais dkk. Mantap sekali.
Kembali ke Dhani. Mengapa saya sebut Dhani reinkarnasi Sukarno, adalah karena ia memiliki kemiripan yang paling banyak dengan Sukarno. Kesamaannya jauh lebih banyak dibandingkan paranormal dan politisi Permadi, yang mengklaim sebagai “penyambung lidah Bung Karno”.
Ahmad Dhani dan Sukarno sama-sama orang sipil asli 100%. Namun tingkah mereka, terutama dalam hal berbusana dan bergaya, suka kemiliter-militeran. Lihatlah Sukarno dengan hobinya memakai safari lengkap dengan bintang-bintang di pundak dan dadanya. Demikian pula dengan Ahmad Dhani. Banyak foto-foto Ahmad Dhani dengan pakaian mirip tentara atau bergaya ala Sukarno.
Siapa saja yang intens mengikuti kiprah Ahmad Dhani maka akan ketahuan betapa Dhani sangat suka bergaul dengan tentara, pergi ke barak militer, dan mengajak anak-anaknya bermain dengan tank di markas tentara.
Kadang ada pola yang diciptakan Dhani. Jika ia merasa ditekan dengan opini dan gerakan ormas Islam garis keras seperti FPI, terutama atas tuduhan pada Dhani sebagai Yahudi dsb, maka Dhani akan menyambangi markas tentara dan seolah pamer pengaruh.
Kebiasaan Sukarno dan Ahmad Dhani tersebut berkebalikan 100% dengan Soeharto. Soeharto dikenal sebagai politisi pensiunan jenderal yang tak suka bergaya militer. Hampir tak pernah Soeharto berpakaian penuh bintang-bintang ala Sukarno.
Sukarno memiliki ketertarikan dengan Islam terutama nilai-nilai Islam yang berguna bagi gerakan kemerdekaan. Sukarno menyerap pelajaran agama sewaktu indekos di rumah HOS Cokroaminoto, tokoh pergerakan Sarekat Islam yang sangat terkenal pada waktu itu, di seputaran Peneleh, Surabaya. Kebetulan ada pula Muso (belakangan jadi tokoh komunis), santri HOS Cokroaminoto yang lain, yang kebetulan juga sangat menguasai ilmu agama Islam.
Begitupun Ahmad Dhani. Ia nampak familiar dengan kajian-kajian Islam, termasuk tasawuf. Boleh dikata ia seorang generasi muda Islam yang pluralis dan kritis. Koleksi bukunya juga nampak cukup banyak. Sebagai seorang otodidak, Dhani layak diacungi jempol.
Kalau soal seni jangan dikata. Sukarno dan Ahmad Dhani memiliki panggilan jiwa ke dunia Seni. Sukarno dikenal sebagai penikmat seni yang baik dan pengoleksi lukisan-lukisan yang bermutu tinggi.
Selebihnya, Sukarno dan Dhani sama-sama suka wanita cantik. Petualangan asmara Dhani nampaknya akan terus berlanjut, persis Sukarno. Supremasi lelakinya tak mau dikekang dengan monogami. Benar-benar seperti Sukarno.
Hebatnya, Dhani sebenarnya sudah menjadi presiden. Tepatnya, Presiden Republik Cinta Manajemen (RCM). Ia menciptakan “negara” dalam dunia keartisan. Sebentuk obsesi bayangan akan politik kenegaraan yang sebenarnya, atau, dunia kecil dari politik kenegaraan. Kepemimpinannya di RCM menjadi semacam “laboratorium” kepemimpinan dan lobi.
Mengutip kata-kata Dahlan Iskan, bahwa menjadi presiden lebih ke takdir, maka bukan mustahil Ahmad Dhani menjadi presiden jika takdir mengarahkannya. Bukankah menarik memiliki presiden artis berkemampuan komplit seperti Presiden Filipina Joseph Estrada dan Presiden AS Ronald Reagen?
Serius. Saya kaget, benar-benar kaget, ketika membaca artikel politik Ahmad Dhani Prasetyo (Dhani Dewa) di Koran Tempo sekitar tahun 2004-2005. Artikelnya sangat cerdas, segar, orisinil dan terasa ada “sentuhan” di dalamnya. Ternyata, Dhani seorang analis politik yang brilian!
Salah satu tulisannya menceritakan seputar ketertarikan Dhani dengan dunia politik, termasuk hubungannya yang intens dengan sederet tokoh-tokoh politik seperti Gus Dur dll. Menariknya, ia mengatakan tak berbakat menjadi seorang politisi karena merasa tak pandai bersandiwara, dimana kalau tak suka dengan orang akan nampak di wajah.
Diam-diam ada harapan pada Dhani sebagai generasi muda masa depan bangsa, bahkan mungkin jadi presiden. Ia punya modal untuk itu: cerdas, memiliki kharakter nyentrik yang diferensial, dan berjiwa seni. Bukan hanya itu, Dhani juga ngelotok mengupas isu-isu agama yang krusial, dan paham kebhinnekaan khas Indonesia.
Pada waktu itu, harapan demikian juga pada Anas Urbaningrum dan Eep Saefulloh Fatah. Anas adalah tokoh muda yang sedang bersinar-sinar di HMI.
Sementara itu, perkenalan saya dengan Eep terjadi sejak di bangku SMA, melalui tulisan-tulisannya di koran Republika, majalah Ummat, dll. Tahun 1999 ketika terjadi peralihan kekuasaan saya kembali menyaksikan kiprah Eep. Bagaimana ketika ia memimpin debat Capres dan “mengerjai” Amien Rais dkk. Mantap sekali.
Kembali ke Dhani. Mengapa saya sebut Dhani reinkarnasi Sukarno, adalah karena ia memiliki kemiripan yang paling banyak dengan Sukarno. Kesamaannya jauh lebih banyak dibandingkan paranormal dan politisi Permadi, yang mengklaim sebagai “penyambung lidah Bung Karno”.
Ahmad Dhani dan Sukarno sama-sama orang sipil asli 100%. Namun tingkah mereka, terutama dalam hal berbusana dan bergaya, suka kemiliter-militeran. Lihatlah Sukarno dengan hobinya memakai safari lengkap dengan bintang-bintang di pundak dan dadanya. Demikian pula dengan Ahmad Dhani. Banyak foto-foto Ahmad Dhani dengan pakaian mirip tentara atau bergaya ala Sukarno.
Siapa saja yang intens mengikuti kiprah Ahmad Dhani maka akan ketahuan betapa Dhani sangat suka bergaul dengan tentara, pergi ke barak militer, dan mengajak anak-anaknya bermain dengan tank di markas tentara.
Kadang ada pola yang diciptakan Dhani. Jika ia merasa ditekan dengan opini dan gerakan ormas Islam garis keras seperti FPI, terutama atas tuduhan pada Dhani sebagai Yahudi dsb, maka Dhani akan menyambangi markas tentara dan seolah pamer pengaruh.
Kebiasaan Sukarno dan Ahmad Dhani tersebut berkebalikan 100% dengan Soeharto. Soeharto dikenal sebagai politisi pensiunan jenderal yang tak suka bergaya militer. Hampir tak pernah Soeharto berpakaian penuh bintang-bintang ala Sukarno.
Sukarno memiliki ketertarikan dengan Islam terutama nilai-nilai Islam yang berguna bagi gerakan kemerdekaan. Sukarno menyerap pelajaran agama sewaktu indekos di rumah HOS Cokroaminoto, tokoh pergerakan Sarekat Islam yang sangat terkenal pada waktu itu, di seputaran Peneleh, Surabaya. Kebetulan ada pula Muso (belakangan jadi tokoh komunis), santri HOS Cokroaminoto yang lain, yang kebetulan juga sangat menguasai ilmu agama Islam.
Begitupun Ahmad Dhani. Ia nampak familiar dengan kajian-kajian Islam, termasuk tasawuf. Boleh dikata ia seorang generasi muda Islam yang pluralis dan kritis. Koleksi bukunya juga nampak cukup banyak. Sebagai seorang otodidak, Dhani layak diacungi jempol.
Kalau soal seni jangan dikata. Sukarno dan Ahmad Dhani memiliki panggilan jiwa ke dunia Seni. Sukarno dikenal sebagai penikmat seni yang baik dan pengoleksi lukisan-lukisan yang bermutu tinggi.
Selebihnya, Sukarno dan Dhani sama-sama suka wanita cantik. Petualangan asmara Dhani nampaknya akan terus berlanjut, persis Sukarno. Supremasi lelakinya tak mau dikekang dengan monogami. Benar-benar seperti Sukarno.
Hebatnya, Dhani sebenarnya sudah menjadi presiden. Tepatnya, Presiden Republik Cinta Manajemen (RCM). Ia menciptakan “negara” dalam dunia keartisan. Sebentuk obsesi bayangan akan politik kenegaraan yang sebenarnya, atau, dunia kecil dari politik kenegaraan. Kepemimpinannya di RCM menjadi semacam “laboratorium” kepemimpinan dan lobi.
Mengutip kata-kata Dahlan Iskan, bahwa menjadi presiden lebih ke takdir, maka bukan mustahil Ahmad Dhani menjadi presiden jika takdir mengarahkannya. Bukankah menarik memiliki presiden artis berkemampuan komplit seperti Presiden Filipina Joseph Estrada dan Presiden AS Ronald Reagen?
0 komentar Reinkarnasi Sukarno: Ahmad Dhani, Reinkarnasi Sukarno